Tinggal di Jakarta, Ini 5 Hal tentang Makassar yang Saya Rindukan

Berada di Jakarta hampir empat bulan, rasanya cukup untuk membuat kerinduan pulang ke Makassar begitu menjadi-jadi bagi saya. Pasalnya ada banyak hal dan kebiasaan di Makassar yang sampai hari ini sulit saya temui di Jakarta. Inilah lima diantaranya:

  1. Kuliner

Kuliner khas Makassar seperti coto, konro, mie titi, pisang ijo dan masih banyak lagi ini benar-benar sukses membuat saya paling merindukan Makassar. Duh, menyebutnya saja sudah bikin ngiler. Bagi yang belum mencoba, tak usahlah saya ceritakan rasanya. Silakan dicoba sendiri. Berbeda dengan masakan di Jawa yang rata-rata manis, di Makassar masakan khasnya kaya dengan bumbu dan rempah. Rasa asin dan pedas adalah rasa yang dominan pada kuliner Makassar. Butuh waktu yang lama bagi saya dengan lidah Makassar ini untuk menyesuaikan diri dengan rasa masakan di Jawa. Juga butuh kekuatan menahan rindu dengan kuliner Makassar yang lezat. Duh…

images

Salah satu kuliner khas Makassar bernama Coto Makassar. Sumber: resephariini.com

  1. Logat Makassar

Bulan pertama tinggal di Jakarta, mulut saya benar-benar kaku mengucapkan kalimat dengan bahasa yang biasanya hanya saya dengar melalui televisi itu. Bahkan sampai sekarang, logat dan imbuhan-imbuhan khas Makassar masih sering tak sengaja saya ucapkan ketika berbicara dengan teman. Tahu kan imbuhan mi, pi, ji, ta’, ki’, di’, dan sterusnya. Hanya orang Makassar atau yang pernah tinggal di Makassar saja yang benar-benar paham fungsi dan tata cara penggunaan semua imbuhan itu. “Rinduta’ mi deh cerita pakai logat Makassar”. Haha…

download

Sumber: makassarterkini.com

  1. Ruang Belajar

Saya memahami bahwa semua tempat adalah ruang untuk belajar. Namun ruang belajar yang saya maksud di sini adalah forum diskusi atau kelas. Di Makassar, begitu mudah kita menemukan berbagai forum diskusi yang diadakan dari berbagai organ atau komunitas. Masing-masing memiliki konsentrasi isu dan wacananya sendiri. Kita tinggal memilih sesuai ketertarikan.

Diskusi memang menjadi sebuah kebiasaan bagi warga Makassar. Bukan hanya di dalam ruangan yang formal, disuksi ini bisa diadakan di mana saja seperti di cafe dan ruang publik lainnya. Di kampus, sudut koridor dan pelataran gedung pun bisa jadi tempat melaksanakan diskusi. Bukan hanya diskusi, kelas-kelas pengembangan skill seperti menulis, meneliti, fotografi, sampai merajut dan berkebun pun ada. Pokoknya lengkap dan seringnya gratis. Ini salah satu hal yang sulit saya temukan di Jakarta, kelas dengan pertemuan intensif yang gratis.

kelas-kepo-minggu-iv-436x272

Kelas menulis yang diinisiasi oleh satu komunitas di Makassar bernama Kepo Initiative. Sumber: kelaskepo.org

  1. Nongkrong dan Warung Kopi

Ada yang menjuluki Makassar sebagai “Kota 1000 warung kopi”. Memang warung kopi atau biasa disingkat “warkop” tak sulit ditemukan di kota ini. Malah bisa dibilang tersebar di setiap sudut kota Makassar. Mulai dari warung kopi tradisional sampai yang modern dengam meggunakan mesin kopi yang canggih atau istilah kerennya Coffeeshop. Begitulah warga Makassar sangat mencintai nongkrong alias ngopi. Sekedar berkumpul untuk bercerita dan berkelakar bersama teman menjadi kebiasaan rutin  beberapa warga di Makassar. Bahkan ada yang merasa aktifitasnya tak lengkap jika dalam sehari tdak nongkrong di warkop.

Uniknya, setiap warkop memiliki segmen pengunjung setianya masing-masing. Ada warkop yang pengunjungnya didominasi oleh pengusaha yang hendak bertemu rekan bisnisnya. Ada juga yang pengunjungnya lebih banyak wartawan atau pekerja media. Selain  itu, ada pula warkop yang ramai oleh anak-anak muda yang biasanya juga berasal dari berbagai komunitas. Bukan hanya untuk nongkrong sambil minum kopi, kegiatan diskusi formal dan rapat pun seringkali dilakukan di warkop.

Di Jakarta yang super sibuk dan serba terburu-buru ini sulit menemukan orang yang mau sekedar duduk berlama-lama sambil bercerita dan menyeruput kopi. Sebagian besar tenggelam dengan kesibukannya masing-masing. Kota yang ”individualis”, begitulah beberapa orang menjulukinya.

12543317_948968498518638_1233370544_n

Salah satu coffeeshop yang menjadi tempat nongkrong di Makassar bernama Kopiapi. Sumber: imgrum.net

  1. Komunitas

Beberapa pengamat menilai bahwa kebiasaan bertemu dan berkumpul orang-orang Makassar menjadikan mereka kreatif dan mudah mengelola komunitas. Memang benar, berbagai komunitas tersebar di Makassar. Mulai dari yang suka binatang, yang hobi jalan-jalan, yang senang membaca, yang suka menulis, bisa dibilang hampir semua hobi dan minat memiliki komunitasnya sendiri. Banyak juga komunitas relawan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan dan masih banyak lagi bidang lainnya. Kita tinggal memilih bergabung di mana sesuai dengan yang kita minati.

Setiap komunitas ini pun sering saling mendukung dan membantu ketika salah satu komunitas mengadakan kegiatan. Di Jakarta bukan tidak ada komunitas, tapi setelah sempat terlibat pada kegiatan yang mengundang berbagai komunitas di Jakarta, saya berani mengatakan kalau varian komunitas yang ada tidak sekaya di Makassar.

1434006223878

Pesta Komunitas Makassar. Sebuah kegiatan sekali setahun sejak 2014 yang mengumpulkan berbagai komunitas di Makassar. Sumber: nuralmarwah.com

Itulah kelima hal yang membuat saya selalu merindukan Makasar. Di luar itu semua, Makassar menyimpan banyak sekali cerita. Tempat saya melakukan banyak hal juga banyak belajar. Tempat di mana berbagai impian ingin saya wujudkan. Bagi saya, Makassar adalah pulang.

“Tulisan diikutkan dalam #Tantangan5 #KMKepo kelas kepo.org

This entry was posted in Tantanngan 5 KM Kepo. Bookmark the permalink.

6 Responses to Tinggal di Jakarta, Ini 5 Hal tentang Makassar yang Saya Rindukan

  1. Tari Artika says:

    waaah, baik2 di sana yaak. Belajar yang rajin lalu cepatlah pulang hihihi

    Like

  2. nanie says:

    Halo teman facebook baru 😀 belum pernahki ketemu dih? Klo pulang Makassar nanti, ketemuan nah 😀

    Like

  3. Paman Kecil says:

    5 hal yang saya rindukan juga.
    Sekarang saya tinggal di Lombok, dengan lingkungan yang jauh berbeda dengan di Makassar.

    Salam kenal.

    Like

Leave a reply to Alya Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.